Tentang sholat dhuha

 


Hukum Shalat Dhuha

Ulama empat madzhab sepakat bahwa shalat dhuha hukumnya sunnah. Diantara dalilnya hadits Abu Dzar radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

“Di pagi hari ada kewajiban bagi seluruh persendian kalian untuk bersedekah. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah. Demikian juga amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah sedekah. Semua ini bisa dicukupi dengan melaksanakan salat dhuha sebanyak dua raka’at” (HR. Muslim no. 720).

Dari Buraidah Al Aslami radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

في الإنسانِ ثلاثُ مِئةٍ وسِتُّونَ مَفصِلًا؛ فعليه أن يتصدَّقَ عن كلِّ مَفصِلٍ منه بصدَقةٍ، قالوا: ومَن يُطِيقُ ذلك يا نبيَّ اللهِ ؟ قال: النُّخَاعةُ في المسجِدِ تدفِنُها، والشَّيءُ تُنحِّيهِ عن الطَّريقِ، فإنْ لم تجِدْ فركعَتا الضُّحَى تُجزِئُكَ

“Manusia memiliki 360 sendi, diwajibkan untuk bersedekah sedekah untuk setiap sendinya”. Para sahabat bertanya, ”Siapa yang mampu melakukan demikian, wahai Nabi Allah?”. Nabi bersabda, ”Cukup dengan menutup dahak yang ada di lantai masjid dengan tanah dan menghilangkan gangguan dari jalanan. Apabila engkau tidak mendapatinya, maka lakukanlah dua raka’at shalat Dhuha yang itu bisa mencukupimu” (HR. Abu Daud no.5242, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil [2/213]).

Juga hadits dari Abud Darda’ radhiallahu’anhu, ia berkata:

أَوْصاني حبيبي بثلاثٍ لنْ أَدَعهنَّ ما عشتُ: بصيامِ ثلاثةِ أيَّامٍ من كلِّ شهرٍ، وصلاةِ الضُّحى، وأنْ لا أنامَ حتى أُوتِرَ

“Kekasihku (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam) mewasiatkan aku untuk tidak meninggalkan tiga perkara selama aku masih hidup: puasa tiga hari di setiap bulan, salat dhuha dan tidak tidur sampai aku salat witir” (HR. Muslim no. 722).

Keutamaan Shalat Dhuha

Shalat dhuha menggantikan kewajiban sedekah untuk semua persendian sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Buraidah di atas.

Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghathafani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang” (HR. Tirmidzi no. 475, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 4342).

Shalat dhuha juga disebut sebagai shalat awwabin, yaitu shalatnya orang-orang yang banyak kembali kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صلاةُ الأوَّابينَ حين تَرمَضُ الفِصَالُ

“Shalat awwabin adalah ketika anak unta merasakan terik matahari” (HR. Muslim no. 748)

Jumlah Raka’at

Shalat dhuha dikerjakan minimal dua raka’at sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Abu Hurairah di atas. Disebutkan dalam hadits dengan kata “dua rakaat shalat dhuha”.

Namun ulama khilaf mengenai kadar maksimal rakaat shalat dhuha. Jumhur ulama berpendapat maksimal delapan rakaat. Berdasarkan hadits dari Ummu Hani’:

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عامَ الفتحِ صلَّى ثمانَ ركعاتٍ سُبحةَ الضُّحى

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di tahun terjadinya Fathu Makkah beliau shalat delapan rakaat shalat dhuha” (HR. Bukhari no. 1103, Muslim no. 336).

Sebagian ulama berpendapat tidak ada batasannya. Dalilnya hadits dari Aisyah radhiallahu’anha,

كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي الضُّحى أربعًا، ويَزيد ما شاءَ اللهُ

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha empat raka’at dan beliau biasa menambahkan sesuka beliau” (HR. Muslim no. 719).

Ini pendapat yang dikuatkan oleh Ath Thabari, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Al Utsaimin.

0 Komentar